Welcome To My Blogspot dwigautamaputra.blogspot.com

Wednesday, November 11, 2009

DANA DALAM PANDANGAN AGAMA BUDDHA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan perumah tangga mengharapkan adanya kebahagian dalam hal ini salah satunya dengan mengamalkan dāna. Secara universal, praktek memberi (berdana) dikenal sebagai salah satu keluhuran manusia yang paling mendasar, sesuatu yang membuktikan kedalaman sifat manusiawi dan kemampuan seseorang untuk transenden diri. (Bodhi 2005:1)
Sebelum mengerti ajaran lebih maju yang berkenaan dengan empat kebenaran mulia. Sang Buddha membimbing para siswa dengan mengajarkan praktek yang dilaksanakan secara bertahap, yaitu; menguraikan pentingnya berdana, hidup bersusila, tumimbal lahir di surga sebagai akibat dari perbuatan baik, akibat mengumbar nafsu-nafsu, dan manfaat melepaskan diri dari semua ikatan duniawi. (Widyadharma, 1999:56)
Pelaksanaan berdana seseorang mengembangkan sifat bermurah hati, bentuk dasar dari pengorbanan untuk menghilangkan kekikiran yang mementingkan diri sendiri, memberikan bagian yang dimilikinya demi meringankan penderitaan orang lain. “Memberi makanan, seseorang memberi kekuatan; memberi pakaian, seseorang memberi keindahan; memberi penerangan, seseorang memberi pengelihatan; memberi angkutan, seseorang memberi kesenangan” (S.i.31) Pelaksanaan yang di lakukan secara bertahap oleh masyarakat Buddhis akan memperoleh ketenangan yang membawa kemajuan batin
Penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dengan menjadikan pembahasan dalam bentuk Makalah
BAB II
DĀNA MENURUT AGAMA BUDDHA
A. Deskripsikan Dāna
Bagi seorang puthujjana (orang biasa), dāna adalah sebuah karma baik yang akan membawa buah (phala) baik bagi dirinya di kemudian hari.
Bagi seorang ariya (orang suci yang telah mempunyai kesadaran lokuttara) atau seorang puthujjana yang telah mengerti bahwa tidak ada perbuatan (karma) apa pun yang bisa membebaskan orang dari hukum karma-phala maka dāna tidak berarti apa-apa, melainkan hanya sekadar dorongan sesaat untuk berbagi dan membantu orang yang membutuhkannya, tanpa mengharapkan kembalian apa-apa untuk dirinya di masa depan. (Hupudio, 2005)
“Dāna merupakan perbutan memberi dan langkah awal yang penting di dalam praktek buddhis. Berdana memiliki nilai yang penting dalam agama Buddha untuk pemurnian mental” (Boddhi, 2005:23). Wijaya-mukti, (2003:469) “mengungkapkan berdana adalah perbuatan melepas sesuatu yang dimiliki dengan tulus ikhlas demi suatu tujuan yang baik”.
dāna merupakan titik mula pada jalan menuju Pembebasan. Bila berkotbah kepada orang baru, Sang Buddha memulai kotbah bertahap Beliau dengan penjelasan terperinci mengenai keluhuran berdana (dānakatha Vin. 1, 15, 18). Dari 3 dasar untuk melakukan tindakan-tindakan berjasa (puññaki-nyavatthu), berdana merupakan unsur pertama. Dua lainnya adalah sila/moralitas dan pengembangan mental (A. iv, 241). Berdana juga merupakan yang pertama dari 10 paramita yang disempurnakan oleh seorang Buddha. Oleh karenanya, di dalam perjuangan menuju pembebasan sebagai Arahat atau Buddha, pada mulanya orang harus mempraktekkan dāna.
B. Manfat Berdana
Berdana merupakan perbuatan yang paling mudah dilakukan bagi mereka yang telah mengrti akan manfat berdana. Berdana merupakan perbuatan yang dapat mengikis keserakahan (lobha), keserakahan yang menguasai diri dapat mengakibatkan manusia lupa terhadap orang lain. Manusia yang diliputi keserakahan hanya memiliki pikiran untuk kepentingan pribadi, Buddha memberikan pemahaman kepada pada umatnya untuk mengatasi noda keserakahan dengan praktek dāna (Dh.223). Berdana membantu mengikis sifat egoisme. Berdana merupakan untuk menyembuhkan penyakit egoisme dan keserakahan. “Atasilah noda keserakahan dan praktekkan dāna(S.i.18)
Memang sulit melatih kebajikan berdana sesuai dengan intensitas keserakahan dan keegoisan seseorang (Silva 2005:28,dalam Bodhi). Sang Buddha menjelaskan betapa sulitnya memberikan dāna bagi mereka yang kurang menggerti akan manfaat berdana, ”Sang buddha mengibaratkaan berdana bagaikan pertempuran” (S. I,20) Seseorang yang memiliki sedkit pengetahuan dan kekuatan spiritual ia sangat sukar untuk berbuat baik. ”....sulitnya bagi orang yang kekurangan kekuatan spritual untuk menyerhkan benda yang sudah lama bersamanya” (M. I, 449).
Manfat berdana dinyatakan sebagai berikut: (1) memberi dāna akan di senangi dan dikasihi oleh orang banyak (mengikat persahabatan); (2) orang-orang yang baik mengikutinya; (3) namanya harum; (4) dalam lingkungan apapun penuh kepercayaan diri dan tidak akan mengaalami kesulitan; (5) sesudah meninggal dunia kelak terlahir di alam surga. Empat hal yang pertama adalah kenyataan yang bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana komentar Jinderl siha, tanpa menaruh keyakinan kepada biddha pun keempat hal itu akan di alami oleh orang yang banyak memberi. tetapi tentang lahir di alam surga, itulah yang memerlukan keyakinannya kepada ajaran buddha (A. III,38)
Berdana dengan keyakinan menghasilkan tercapainya kekayaan dan keelokan ketika buah pemberian itu muncul. Dengan memberikan dāna disertai pemilihan yang tepat seseorang tidak hanya memperoleh kekayaan yang besar tetapi juga terpenuhinya kebutuhan pada waktunya. Memberikan dāna bersama keinginan murni untuk membantu makhluk lain yang membutuhkan, akan memperoleh kekayaan dan kecenderungan untuk menikmati kesenangan-kesenangan indera yang terbaik. Pemberian dāna tanpa menyakiti diri sendiri dan makhluk lain, orang memperoleh keamanan dari bahaya seperti api, banjir, pencuri, raja dan pewaris-pewaris yang tidak disukai (A.iii.172).
Dāna yang diberikan kepada para petapa dan brahmana yang mengikuti Jalan Mulia Berunsur Delapan akan memberikan hasil luar biasa, seperti halnya benih yang ditanam di ladang yang subur, disiapkan dengan baik dan diairi dengan baik akan menghasilkan panen yang berlimpah (A.iv.238). Dāna yang diberikan tanpa pengharapan apa pun dapat membawa seseorang lahir dialam brahma (A.iv.62).
C. Kualitas Pendāna
Seorang pendana adalah orang yang memiliki keyakinan, keyakinan tarhadap Buddha, Dhamma dan Sangha. Juga memiliki keyakinan terhadap ajaran hukum karma dan kehidupan setelah mati. Dia percaya dengan penyempurnaan moral dan spritual manusia. Dia bukan seorang pendana yang biasa (dāyako) saja. Dia adalah seorang pendana yang agung (dānapati). Seorang pendana juga dapat di gambarkan dengan seorang pemilik rumah yang terbuka bagi siapa yang memerlukan.
Seorang pendana yang mulia adalah orang yang berbahagia sebelum, selama, dan sesudah berdana (A. iii, 336). Pemberian dāna yang dilakukan dengan kehendak (cetana), yang penuh kesedaran (pubba), saat (munca), dan setelah (aparapara) akan menambah nilai pemberian tersebut. Buddha menjelaskan bahwa memberi dāna akan menghasilkan buah kebajikan yang besar bilamana ditujukan kepada seseorang baik tingkah lakunya, bukan kepada individu yang buruk lakunya. ”Seorang raja yang menggaji dan memberi hadiah kepada prajurit-prajurit yang baik saja, yang membawa kemenangan dalam suatu pertempuran, sebesar apapun ia memberi atau menjanjikan hadiah kemenangan itu tidak akan diperolehnya dengan prajurit yang lemah“ (S.i.98)
D. Yang Didānakan
Apa pun yang berguna, praktis dapat diberikan sebagai dāna. Niddesa (Nd. 2,523) mendaftar 14 butir yang cocok untuk diberikan sebagai sumbangan, yaitu jubah, persembahan makanan, tempat berdiam, obat-obatan dan kebutuhan lain bagi yang sakit, makanan, minuman, kain, kendaraan, bunga-bungaan, parfum, minyak, tempat tidur, rumah dan lampu.
Dāna yang dapat di berikan bisa berupa materi atau non materi. Dāna non materi bisa berupa ajaran atau Dhammadāna, “dāna Ajaran mulia melebihi semua dāna lain” (Dh. 354)
Dāna yang diberikan dari penghasilan seseorang yang kecil dianggap amat berharga (appasma dakkhina dinna sahasssena samam mita, S.i,18; dajjappasmim pi yacito, Dh. 224).
Mereka yang membabarkan ajaran-ajaran beliau para Bhikkhu yang mengulang ajaran dari tipitaka, para guru meditasi sering membagikan kebenaran ini, dan dengan demikian mempraktekan jenis dāna tertinggi. Bila tidak memenuhi syarat untuk mengajarkan dhamma, kita dapat berdana dhamma dengan cara lain. Kita dapat mendanakan buku – buku dhamma atau membiayai terjemahan atau mencetak naskah baru yang membabarkan naskah Sang Buddha. Kita dapat membahas dhamma secara tidak formal dan mendorong orang lain untuk menjalani sila atau meditasi. Memberikan uang atau tenaga di pusat meditasi atau membantu menopang guru meditasi dapat juga dianggap dāna Dhamma, karena tujuan dari pusat meditasi dan guru itu adalah penyampaian ajaran – ajaran Sang Buddha.
Jenis pemberian yang paling umum adalah benda materi. Objek materi tidak perlu memiliki nilai uang yang besar untuk bisa menghasilkan hasil yang besar. Pemberian kepada sangha bisa berupa makanan, jubah, obat – obatan atau vihara, yang bisa beranekara ragam. Batasnya ditentukan oleh peraturan – peraturan Vinaya yang diberikan Sang Buddha ketika dan bila dibutuhkan, untuk menjaga kemurnian dan kekuatan Bhikkhu Sangha. Umat awam yang memahami peraturan peraturan bhikkhu ini dapat memperoleh jasa kebajikan yang besar dengan memberikan benda-benda yang sesuai pada waktu yang sesuai pada Sangha bhikkhu dan bhikkhuni.
Dāna materi yang bersifat religius termasuk sumbangan membangun vihara atau candi baru. Penerima dāna seperti itu adalah masyarakat umum, siapa pun yang datang ke vihara atau memuja Sang Buddha di hadapan patung Buddha. Dāna duniawi kepada masyarakat termasuk sumbangan ke berbagai organisasi sosial. Jika orang tidak hanya berdana untuk proyek–proyek semacam itu tetapi juga memberikan tenaga fisik, dāna semacam ini sangat berjasa.
B. Penerima Dāna
Pemberian dāna yang pantas adalah bagi mereka yang membutuhkan diantaranya pertapa (Samana), brahmana, kaum miskin (kapana), musafir (addikha), serta pengemis (yacaka) (D.i.137; ii.345; iii.76). Pertapa dan brahmana adalah orang yang tidak berkerja untuk mencari uang melainkan memberikan bimbingan spiritual kepada umat perumah tangga. Buddha menjelaskan bahwa memberikan dāna kepada para anggota sańgha yang telah menghilangkan lima rintangan (nivarana) serta mengembangkan kebiasaan-kebiasaan bermoral, konsentrasi, kebijaksanaan, kebebasan, serta pengetahuan (S.i.98)
Dāna yang dapat diberikan kepada samana akan bermanfaat bagi penerima dāna diantaranya jubah, persembahan makanan, tempat berdiam, obat-obatan dan kebutuhan lain bagi yang sakit, kain, kendaraan, tempat tidur. Menjalankan kehidupan perumah tangga yang benar hidup dengan sederhana, menopang keluarganya sesuai sarana yang dimilikinya, tetap menganggap berdana penting walaupun sumbernya terbatas, kedermawannya berharga lebih dari seribu pengorbanan (S.i.19-20). ”Dāna uang diberikan dari kekayaan yang diperoleh dengan benar akan dipuji oleh sang Buddha” (A.iii.35; It.66; A.iii.45-46).
Perumah tangga yang melakukan hal tersebut sebagai orang beruntung di kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang. Sang Buddha sangat menghargai Magga yang mengatakan bahwa dia mencari nafkah dengan cara yang benar dan kemudian secara dermawan memberikan kepada yang membutuhkan (Sn.488).
Di dalam Anguttara Nikaya, Sang Buddha menjelaskan dalam istilah upacara korban 3 jenis api yang harus diperlakukan dengan hati-hati dan dengan hormat. Tiga jenis itu adalah “ahuneyyaggi, gahapataggi, dakkhineyyaggi. Sang Buddha menjelaskan bahwa ahuneyyaggi berarti ayah dan ibu, yang harus dihormati dan dirawat. Gahapataggi berarti istri dan anak-anaknya, karyawan dan mereka yang tergantung padanya. Dakkhineyyaggi mewakili orang-orang religius yang telah mencapai tingkat Arahat atau telah masuk ke dalam arus pelatihan untuk melenyapkan noda-noda mental” (A.iv.44). Ketiganya ini harus dirawat dan dipelihara bagaikan menjaga api korban. Menurut Mahamangala Sutta, “memberikan keramahtamahan pada sanak saudara merupakan salah satu dari perbuatan besar yang menjanjikan keberhasilan, yang dapat dilakukan oleh orang awam” (Sn.262-63).
Di dalam Pemberian dāna pun tidak di batasi hanya untuk golongan sendiri atau golongan lain “Barang siapa menghalang-halangi orang lain memberikan dāna, ia membuat rintangan dan menimbulkan kegagalan dalam tiga hal. Ya itu (1) ia merintangi seseorang yang ingin berdan asehingga gagal memperoleh pahala perbuatan baik. (2) ia menghalangi orang yang seharusnya menerima sehiga gagal meperoleh dāna tersebut. (3) ia pun menjatuhkan dirinya sendiri.
Meski orang membuang sisa makan dari cucian peruk atau bilasan mangkuk kedalam sebuah tambak, seraya mengharapkan barang kali ada mahluk hidup di dalam dapat meperoleh makanan, aku nyatakan perbuatan ini pun merupakan sumber dari jasa kebaikan, apalagi dāna yang di berikan kepada manusia. Namun adalah benar vaccha, akunyatakan, bahwa dāna yang diberikan kepada mereka yang berbudi luhur menghasilkan buah yang besar, tidak sedemikian halnya bila diberikan kepada orang yang tidak bermoral.
C. Motivasi Berdana
Motivasi berdana dapat dirinci mejadi 8 motif sebagai berikut:
1. Asajja danam deti: orang yang memberi dengan kejengkelan, atau sebagai cara untuk menyinggung si penerima, atau dengan ide menghina dia
2. Bhaya danam deti: rasa takut juga dapat memotivasi seseorang untuk berdana.
3. Adasi me ti danam deti: orang berdana sebagai balasan terhadap kebaikan yang dilakukan kepada dirinya di masa lalu.
4. Dassati me ti danam deti: orang juga mungkin berdana dengan harapan dirinya mendapatkan bantuan serupa di masa mendatang.
5. Sadhu danan ti danam deti: orang berdana karena perbuatan berdana dianggap baik.
6. Aham pacami, ime ne pacanti, na arahami pacanto apacantanam adatun ti danam deti: “Aku memasak, sedangkan mereka tidak. Tidaklah pantas bila aku yang memasak tidak memberi mereka yang tidak memasak.” Beberapa orang berdana dengan dorongan motif-motif altruisik semacam ini.
7. Imam me danam dadato kalyano kittisaddo abbuggachati ti danam deti: beberapa orang memberikan dana untuk mendapatkan reputasi yang baik.
8. Cittalankara-cittaparikkharattham danam deti: ada orang yang memberikan dāna untuk menghiasi dan memperindah pikiran. (A. iv, 236)
Favoritisme (chanda), niat jahat (dosa) dan kegelapan batin (moha) juga tercatat sebagai motif untuk berdana. Kadang-kadang dāna diberikan untuk mempertahankan tradisi keluarga yang sudah bertahan lama. Keinginan untuk terlahir kembali di surga setelah kematian merupakan motif dominan lainnya. Bagi beberapa orang, berdana itu menyenangkan sehingga mereka berdana dengan tujuan memperoleh keadaan pikiran yang bahagia (A.iv.236).
Tetapi dinyatakan di dalam sutta-sutta (A.iv,62) bahwa dāna seharusnya diberikan tanpa pengharapan apapun (na sapekho danam deti). Demikian juga dāna seharusnya tidak diberikan dengan kemelekatan terhadap si penerima. Jika orang berdana dengan tujuan menimbun benda-benda untuk digunakan besok, itu merupakan tindakan berdana yang rendah. Jika orang berdana dengan harapan menikmati hasil setelah kematian, itu pun masih merupakan tindakan berdana yang rendah. Motif satu-satunya yang absah untuk berdana haruslah motif untuk memperindah pikiran, untuk membebaskan pikiran dari buruknya keserakahan dan keegoisan.
D. Cara berdana
Berdana menurut agama Buddha yang menghasilkan manfaat dan membawa kemajuan batin. Buddha memberikan penekanan tentang cara-cara berdana. Sikap pemberi dalam tindakan berdana membuat perbedaan yang besar, dalam hal niat baik pendana dan penerima dāna tanpa memperdulikan benda yang di danakan besar atau kecil, bagus atau jelek. Dāna diberikan dengan cara-cara sebagai berikut; (Sakkacam dānam deti): dāna seharusnya diberikan dengan cara sedemikian sehingga yang diberi tidak merasa dihina, dikecilkan atau tersinggung. Orang yang membutuhkan biasanya meminta sesuatu dengan rasa malu, adalah tugas pendana untuk tidak membuatnya merasa lebih malu dan menyebabkan bebannya yang sudah berat menjadi semakin berat. (Cittikatva dānam deti): dāna seharusnya diberikan dengan pertimbangan yang sesuai dengan rasa hormat. Penerima harus dibuat merasa diterima, bila sesuatu diberikan dengan kehangatan seperti itulah maka muncul keramahan yang saling memperkaya, yang menyatukan pendana dan yang diberi. (Sahattha deti): orang seharusnya memberi dengan tangannya sendiri. Keterlibatan pribadi dalam berdana sangatlah bermanfaat. Meningkatkan hubungan antara pemberi dan penerima, dan hal ini merupakan nilai sosial berdana. Masyarakat dipersatukan oleh perhatian dan kasih sayang satu sama lain saat kedermawanan dilakukan dengan rasa keterlibatan pribadi yang hangat. (Na apavidham deti): orang seharusnya tidak memberikan dāna apa yang hanya cocok untuk dibuang. Orang harus berhati-hati untuk memberikan hanya apa yang berguna dan sesuai. (Na anagamanaditthiko deti): orang seharusnya tidak memberikan dengan cara yang amat sembarangan sehingga membuat si penerima merasa tidak ingin datang lagi (A.iii.127).
Saat memberikan dāna hendaknya memenuhi lema hal sebagai berikut agar dalam pemberian dāna memperoleh hasil yang sebaik-sebaiknya:
(1) ia memberi dengan hormat, (2) memberi dengan pikiran yang terarah, (3) melakukannya dengan tangan sendiri, (4) apa yang di danakan adalah barang-barang yang baik, (5) ia berdana dengan menyadari benar manfaat berdana ini berarti seseorang memberi dengan keyakinan. (A.III.172)
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdana merupak perbuatan yang bajik yang dapat dilakukan oleh siapa saja, berdana kepada Anggota Sangha dapat meningkatkan keyakinan kita terhadap Buddha, Dhamma, dan sangha. Dengan mempraktekkan lima sīla yang dijalankan dengan seksama, dengan melakukan praktek ini memberikan keberanian, cinta kasih dan ketenanganan kepada semua mahkluk. Seseorang dapat memberikan keamanan dan kebebasan dari rasa takut kepada orang lain, itulah bentuk dāna tertinggi yang dapat diberikan seseorang, tidak hanya bagi umat manusia tetapi bagi semua makhluk hidup (A.iv.246)
B. Saran
Pemahaman tentang Berdana yang telah penulis deskripsikan diharapkan dapat memberi pengertian kepada para pembaca mengenai Berdana denga pengrtian benar agar membawa kemajuan batin yang benar terutama bagi umat perumah tangga. Dengan Perolehan kemajuan batin dengan mempraktekan dāna dengan berusaha melatih kebijaksanaan sehingga menghasilkan kebijaksanaan

0 comments:

Post a Comment