Welcome To My Blogspot dwigautamaputra.blogspot.com

Wednesday, November 11, 2009

PERAN GURU DALAM PERSPEKTIF BUDDHIS

PERAN GURU DALAM PERSPEKTIF BUDDHIS
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Memasuki era globalisasi, perhatian mengenai masalah pendidikan di indonesia mulai menghangat kembali dimana-mana. Pendidikan yang dilakukan dilembaga pendidikan baik formal non formal maupun informal sangat memberikan bantuan kepada masyarakat, dimana seorang guru memiliki banyak peran; sebagai tenaga profesionalis, sebagai fasilitator, pembimbing, motivator, konselor, dan masih banyak lagi peran seorang guru.
Dalam menjalankan tugasnya nanti akan dapat terlihat bagaimana seorang guru memberikan pendidikan di sekolah sehingga peserta didik mampu menerima materi yang diberikan oleh guru disekolah. Bukan hanya itu saja peran seorang guru disekolah, di lingkungan masyarakat, seorang guru dipandang sebagai seorang yang tinggi dan sangat dihormati, disegani, sesuai dengan profesinya.
Dalam konsep pendidikan buddhis, setiap orang merupakan majikan atas dirinya dirinya sendiri. Para guru seharusnya tidak membentuk muridnya menurut keinginan sang guru.














BAB II
PERAN GURU DALAM PERSPEKTIF BUDDHIS

2.1 Pengertian Guru
Pendidik memiliki dua pengertian yaitu dari segi kodrati (orangtua) dan dari profesi atau jabatan (guru).Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah (UU guru dan dosen no.14, 2005 dan SISDIKNAS no.20, 2003). Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik dimasyarakat apabila dapat menunjukkan bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. (Soetjipto. Raflis, kosasi, 2000).
Menurut KBBI, 1996 dikatakan bahwa guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar, seperti kata pepatah mengatakan, ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’ ini mengandung arti bahwa kelakuan murid akan yang selalu mencontoh gurunnya. Jadi disini terlihat sekali bahwa suritauladan guru akan memberikan dampak bagi murid-muridnya, “Sebagaimana ia mengajar orang lain, demikianlah hendaknya ia berbuat”(Dhp.159), seperti asas yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara tentang Asas Tut Wuri Handayani yakni:
Ing ngarso sung tulodo (jika di depan menjadi teladan)
Ing madyo mangun karso (jika di tengah membangkitkat hasrat untuk belajar)
Tut wuri handayani (jika di belakang memberi dorongan dan pengawasan)

2.2 Dasar Filosofi Pendidikan
Masalah sentral dalam pandangan agamma Buddha adalah penderitaan manusia. Penderitaan bersumber pada keinginan yang rendah (tanha), keinginan itu sendiri timbul tergantung faktor lain yang mendahuluinya. Dalam merumuskan rangkaian sebab-akibat yang saling bergantungan Buddha menempatkan diurutan yang pertama yaitu kebodohan (avijja). “ yang lebih buruk dari semua noda itu adalah kebodohan. Kebodohan merupakan noda yang paling buruk. Para bhikkhu, singkirkan noda itu dan jadilah orang yang tak bernoda” (Dhp. 243).
Filosofi pendidikan dalam agama Buddha mengacu pada empat kebenaran mulia (Cattari Ariya Saccani) yaitu mengidentifikasikan dukkha, asal mula dukkha, lenyapnya dukkha, dan jalan menuju lenyapnya dukkha. Berdasarkan rumusan empat kebenaran mulia, Kowit Vorapipatana mengembangkan konsep Khit-pen yang artinya ‘berfikir, mengada’ (to think, to be) atau ‘mampu berfikir’ (to be able to think) untuk menggambarkan strategi pengajaran yang mencangkup berfikir secara kritis dan kecakapan memecahkan.

2.3 Peran Seorang Guru
2.3.1. Peran Guru dalam Dunia Pendidikan
Menurut William Stern dalam teori Konvergensinya bahwa setiap orang dilahirkan dengan pembawaan masing-masing, seseorang dapat berubah karena lingkungan atau pendidikan yang memang memiliki pengaruh terhadap hasil perkembangan seorang anak. Dalam dunia pendidikan guru berperan sebagai manajer pendidikan atau pengorganisasi kurikulum, fasilitator pendidikan, pelaksana pendidikan, pembimbing atau supervisor para siswa, penegak disiplin, motivator, model yang akan ditiru siswa, sebagai pemimpin, sebagai kawan, pengajar bagi muridnya, konselor, penilai, menjadi anggota organisasi profesi pendidikan.

2.3.2 Peran Guru dalam Perspektif Buddhis
Manusia berkembang melalui proses belajar sepanjang hidupnnya, penderitaan yang dihadapinya bersumber pada keinginan yanng rendah (tanha). Keinginan itu sendiri bukan merupakan sebab satu-satunya, karena keinginan timbul tergantung faktor lain yang mendahuluinya. Dalam merumuskan mata rantai timbilnya penderitaan, Buddha menempatkan faktor yanng pertama adalah kebodohana atau ketidaktahuan (avijja). Maka, untuk menolong seseorang agar terlepas dari penderitaan, dengan melenyapkan ketidaktahuan itu dan menggantikannya dengan pengetahuan atau pengertian yang benar.
Buddha sebagai guru mununjukan jalan, dan setiap orang harus berusaha dan menunjukkan jalanya sendiri (Dhp.276). guru sebaiknya berperan sebagai fasilitor yang mendorong siswa mengembangkan inisiatif, ketimbang menggunakan otoritas menentukan segala-galanya bagi peserta didik. Guru mengajar demi kepentingan anak didiknya, “bagaimanapun cunda, atas dasar cinta kasih, apa yang harus dilakukan oleh seorang guru, yaitu mengusahakan kebagiaan bagi muridnya, itulah yang aku lakukan, terdorong oleh cinta kasih kepadammu” (M.I,46). Tentu saja seorang guru harus menjadi teladan, “sebagaimana ia mengajar orang lain, demikianlah hendaknya ia berbuat” (Dhp.159). seorang guru harus konsisten berbuat seperti apa yang diucapkan, dan berbicara seperti apa uanng diperbuatnya.
Buddha berperan sebagai seorang guru yang mengajarkan pengetahuan yang benar. Setelah mencapai penerangan sempurna, terdorong oleh kasih sayanng-Nya dihadapan brahma sahampati Buddha menyatakan kesediaannya untuk membabarkann dharma kepada khalayak ramai. Ia memilih murid-murid-Nya, orang yang dihinggapi sedikit debu di matanya, yang mampu memahami dharma dengan baik. sabda Buddha: “bagaimana pun, cunda, atas dasar cinta kasih, apa yang harus dilakukan seorang guru yaitu mengusahakan kebahagiaan bagi murid-muridnya, itulah yang aku lakukan, terdorong oleh cinta kasih kepadamu” (M. I, 46).
Sang Buddha kepada moggallana pernah mengemukakan bagaimana seharusnya dibedakan antara guru yang benar dan suci terhadap guru yanng sesat. Suci padahal berlawanan faktanya,dan murid-muridnya tahu bahwa sang guru sesat; lalu persoalannya bagaimana mereka dapat berlaku lain dari yang disenangi gurunya? Demikian, harus dapat dibedakan cara hidup, penampilan, ajaran, pengetahuan dan kebijaksanaan dari para guru, benar atau keliru (A. V, 10:100).
Dalam konsep buddhis, setiap orang merupakan majikan atas dirinya sendiri, Buddha hanya menunjukkan jalan dan para umatnya yang akan memilih dan menjalaninya sendiri.


2.3.3 Pelayanan Sang Buddha
Sang Buddha adalah perwujudan dari semua kebajikan yang diajarkannya selama 45 tahun. Sang Buddha adalah pemimpin religius pertama dalam sejarah manusia yang menegur pengorbanan hewan untuk alasan apapun dan menganjurkan orang untuk tidak menyakiti mahluk hidup apapun.
Bagi sang Buddha agama bukanlah suatu perjanjian kontrak antara suatu mahluk surgawi dengan manusia, melainkan suatu jalan menuju pemcerahan. Cara sang Buddha menyelamatkan umat manusia adalah dengan menagjarkan mereka bagaimana menemukan kebebasan mutlak dari penderitaan fisik dan mental.
Catatan yang ditemukan dinegara-negara buddhis dimana orang mengenal ajaran Buddha beberapa abad setelah sang Buddha wafat, menunjukan bahwa seorang guru religius di india yang terkenal adalah sang Buddha gotama. Sangha pesamuan suci yang didirikannya, merupakan fakta hidup dan ajrannya yang telah diteruskann dari generasi ke generasi di berbagai penjuru dunia. Tipitaka, catatan tak terputus-putus dari 45 tahun ajarannya lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa sang Buddha benar-benar hidup didunia karena tidak ada pemimpin agama lain yang pernah mengatakan hal seperti yang diajarkan sang Buddha.
Dalam ajaran-Nya, sang Buddha memperkenalkan suatu metode bahwa setiap dan semua orang harus berusaha untuk melatih dan memurnikan dirinya sendiri untuk mencapai keselamatannya sendiri dengan mengikuti panduan yang diberikan sang Buddha, sabda Buddha dalam kitab Dhammapada 270 “engkau sendiri berusaha untuk keselamatanmu, sang Buddha hanyalah guru yang dapat menunjukkan padamu bagaimana cara mencapainya”.

2.4 Tugas Utama Seorang Guru Dalam Perspektif Buddhis
Kepada pemuda Sigala, Buddha juga mengajarkan bagaimana cara seorang guru memperlakukan muridnya, seorang guru mendidik dan melatih muridnya dengan baik sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Semua ilmu pengetahuan yang dikuasainya diajarkan secara mendalam kepada murid-muridnya, ia membuat murinya menguasai semua pelajaran yang diberikannya, dan guru berkewajiban menjaga muridnya dalam berbbagai hal, dengan demikian ia pantas membicarakan kebaikan muridnya kepada oranng lain. (D. III, ...)

2.5 Paradigma Pendidikan
Paradigma merupakan suatu kerangka berfikir, atau model dalam teori ilmu pengetahuan. Pendidikan pada dasarnya bersifat terbuka, tidak ada yang disembunyikan (D.II,100). Buddha menyangkal adanya otoritas (kekuasaan, wewenang) segolongan masyarakat tertentu, yakni kasta brahmana, yang memonopoli (mempunyai hak tunggal untuk memiliki) kewenangan agama dan bersifat diskrimiinatif(membeda-bedakan). Penghargaan terhadap manusia ditentukan oleh prestasi bukan karena status sosial ekonomi dan faktor primordial (faktor tingkatan dasar), Seperti kata Hui-neng, Patriark VI bahwa “orang utara mungkin berbeda dengan orang selatan, tetapi pencerahan tidaklah berbeda di kedua tempat itu.
Buddha tidak menghendaki pendidikan yang menghasilkan sebarisan orang buta yang saling menuntun (M.II,170). Kepada suku kalama, Buddha menganjurkan agar tidak segera percaya terhadap suatu ajaran, apakah itu berupa tradisi hingga tertulis dalam kitab suci sekalipun, sebelum diselidiki sendiri (A.I,189) dikutip dari (Mukti, 2006:304)

2.6 Kode Etik Pendidik
Kode etik profesi merupakan suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalm maupun di luar suatu kedinasan. Dari pengertian tersebut kelihatan bahwa kode etik seorang guru adalah norma-norma yang berisi petunjuk bagi profesinya dan laranga-laraangan yaitu ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, baik dalam menjalankan tugas sebagai profesisinya maupun kehidupan sehari-hari dimasyarakat.
Kode etik pendidik terdiri dari:
1. beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa
2. setia kepada pancasila,UU 45, dan negara
3. menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik
4. berbakti kepada peserat didik dalam membantu mereka mengembangkan diri
5. bersikap ilmiah dan menjunjung tinggi pengetahuan, ilmmu dan teknologi
6. mengutamakan tugas pokok dan atau tugas negara
7. bertanggung jawab, jujur, berprestasi,
8. berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan
9. menjadi teladan dalam prilaku
10. berprakarsa
11. memiliki sifat kepemimpinan
12. menciptakan suasana belajar kondusif
13. memelihara keharmonisan, bekerjasama denagn baik dalam pendidikan
14. mengadakan kerjasama orangtua siswa dan tokoh-tokoh masyarakat
15. taat pada peraturan undang-undang dan kedinasan
16. mengembangkan profesi secara kontinu
17. memelihara dan meningkatkan mutu organisasi pendidikan.

2.7 Kedudukan Orangtua Dan Guru
Salah satu peran orangtua adalah menjadi guru yang mendidik dan mengajar anaknya. Ayah dan ibu dihormati dan dijunjung laksana Dewa Brahma, laksana guru bijak, yang patut mendapat persembahan (A.II, 69) begitu pula guru dipandang sebagai orangtua oleh muridnya. Seorang guru harus memperlakukan muridnya seperti terhadap anak sendiri. Sedangkan seorang murid memperlakukan gurunnya seperti terhadap orangtuannya sendiri.
Peran orangtua menjadi efektif melalui program pendidikan keluarga, dengan orangrua sebagai teman dan sumber belajar, seperti dalam sigalovadha sutta bahwa anak dilatih sehingga dapat bekerja sendiri dan memperoleh pasangan yang sesuai, pada waktunya orangtua juga memberikan warisan kepada putranya, anak harus menunjang orangtuannya, membantu pekerjaan orangtuanya, memelihara kehormatan dan tradisi keluarga, dan menyembahyangkan mereka yang telah meninggal.



2.8 Hubungan Guru dan Murid
Sang Buddha memberikan penjelasan mengenai hubungan seorang guru dan murid, bahwa seorang guru mendidik dan melatih mmuridnya dengan baik sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Sedangkan murid selalu menghormati gurunya, melayani mereka, bertekad keras untuk belajar, menaruh perhatian sewaktu menerima pelajaran dari mereka dan memberi persembahan jasa kepadanya (Dhp. III, 189).

2.9 Strategi dan Metode
Dharma itu sulit dimengerti, dan tidak mudah diterima oleh sembarang orang yang sangat terbelenggu sebagai budak nafsu. Maka Buddha mengambil kebijaksanaan dengan memilih dan mendahulukan orang-orang yang tergolong siap, sehingga mampu menangkap ajarann-Nya. Sang Buddha dalam mengajarkan dharma membuat suatu perencanaan.

2.9.1 Perencanaan
Suatu pernecanaan mengandung tujuan, kebijaksanaan dan cara mencapai tujuan, kegiatan yang akan dilakukan secara sistematis dan didasarkan pada perhitungan. Seorang pendidik perlu memperhatikan pendapat dan keinginan peserta didik yang akan di didik. Motivasi yang kuat akan memberi energi yang besar untuk melakukan kegiatan belajar. Suaut strategi seorang pendidik dalam mendidik siswa harus dimulai dengan memotivasi. Kesiapan mengajar juga sangat pentinng bagi seorang guru supaya kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik, begitu pula dengan peserta didik atau siswa juga harus siap belajar. Bagaimana mempersiakan seseorang untuk belajar, ditunjukan oleh Buddha, misalnya dengan memberi makan orang yang lapar sebelum ia menyampaikan khotbah-Nya ( DhpA.203).
Kondisi belajar juga sangat menentukan suatu suasana yang kondusif. Seperti yang dicontohkan oleh sang Buddha mengenai kehidupan pertapa. Hutan misalnyabmenjadi tempat pilihan untuk melatih diri dengan menghindar dari kehidupan keduniawian (Dhp.99).

2.9.2Strategi Pendekatan
Pada dasarnya setiap orang itu unik, memiliki kelebihan atau kekuatan, kekurangan atau kelemahan yang berbeda-beda. Kapasitas kebutuhan mnat dan sifat peserta didik juga berbeda-beda. Maka disinilah akan dapat terlihat bagaimana strategi seorang guru dalam dalam memberikan suatu materi pelajaran, yang terpenting adalah seoramg guru harus megetahui karakteristik, sifat, kemauan, dari masing-masin siswa. Seprti perumpamaan dari sang Buddha mengenai bermacam-macam pohon, besar, sedang maupun kecil, menerima air hujan sesuai dengan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang.
Dalam pendidikan, seorang guru memberikan penilaian dari segi kognitif (pariyatti), psikomotorik (patipatti), dan afektif (pativedha). Strategi pendekatan dalam pendidikan dapat dibedakan atas:
• pendekatan halus/positif: menunjukkan apa yang baik dan hasilnya menimbulkan kesenangan atau keuntungan.
• Pendekatan keras/negatif: menunjukkan apa yang tidak baik dan hasilnnya menimbulakn penderitaan atau kesusahan.
• Gabungan pendekatan keras dan halus
Tentu saja peserta didik tidak kehilangan kebebasan, tetapi memahami konsekuensinya yang akan dihadapinnya atas pilihannya.

2.9.3 Metode Pengajaran
Dalam menyampaikan materi pelajaran dapat dilakukan pendekatan individual atau kelompok, metode ceramah, tanya jawab, diskusi, debat merupakan cara yang efektif sepanjang tidak mengabaikan aspek manfaat. Begitu pula dengan sang Buddha dalam mengajarkan dhamma kepada siswa memiliki berbagai macam metode salah satunya yaitu Upaya Kausalya yaitu suatu metode praktis dalam mengajarkan dhamma kepada siswanya. Jadi dengan menggunakan banyak metode maka akan mempermudah dalam pengetahuan siswa.


BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pendidik adalah seseorang yang memberikan bantuan pendidikan kepada peserta didik dan mampu mengajaarkan tata cara yang baik sehingga peserta dapat memperoleh layanan pendidikan.
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik dimasyarakat apabila dapat menunjukkan bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Pendidikan yang dilakukan dilembaga pendidikan baik formal non formal maupun informal sangat memberikan bantuan kepada masyarakat, dimana seorang guru memiliki banyak peran; sebagai tenaga profesionalis, sebagai fasilitator, pembimbing, motivator, konselor, dan masih banyak lagi peran seorang guru.
Buddha berperan sebagai seorang guru yang mengajarkan pengetahuan yang benar. Setelah mencapai penerangan sempurna, terdorong oleh kasih sayanng-Nya dihadapan brahma sahampati Buddha menyatakan kesediaannya untuk membabarkann dharma kepada khalayak ramai. Ia memilih murid-murid-Nya, orang yang dihinggapi sedikit debu di matanya, yang mampu memahami dharma dengan baik.

3.2 Saran
Penulisan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca supaya dapat membantu penulis untuk melekukan revisi sehingga dalam pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.







DAFTAR PUSTAKA

Dhammapada Atthakatha, Kisah-kisah Dhammapada. Diterjemahkan oleh tim penerjemah vidyasena. Yogyakarta.
Ngalim purwanto, M. 2007. Psikologi Pendidikan. PT REMAJA ROSDAKARYA. Bandung.
Santosa, Ananda dan Hanif. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Alumni.
Soetjipto. Raflis Kosasi. Profesi Keguruan. Jakarta. DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN dan penerbit PT RINEKA CIPTA. 2000.
Tim Perevisi. Pengantar Pendidikan. CV IKIP SEMARANG PRESS. Semarang. cet ketiga.1999.
UNDANG-UNDANG SISDIKNAS No. 20 Th. 2003. Asa Mandiri Cet Keenam. 2007.
Wijaya-Mukti, K. Wacana Buddha Dharma. Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan, Cet Ketiga, 2006.
........... Belajar Menjadi Bijaksana. Jakarta: Yayasan Dharma Pemba-ngunan,1993.




































0 comments:

Post a Comment