Welcome To My Blogspot dwigautamaputra.blogspot.com

Wednesday, April 7, 2010

MAKNA SALAM OMITOHUD ( AMITOUFO / AMITOFO )


MAKNA SALAM OMITOHUD ( AMITOUFO / AMITOFO )
Oleh : Y.M. Bhiksu Kusala Phassa Sthavira
Saudara-saudari se-Dharma, dalam berbagai kesempatan, sudah menjadi kewajiban bagi umat Buddha, apabila kita berjumpa dengan anggota sangha, atau teman-teman se-Dharma dalam suasana apapun, walaupun tidak dalam suasana kebaktian memuliakan dan memuji nama para Buddha dan Bodhisattva, kita harus saling menyapa, memberi salam ”OMITOHUD.” Setiap kali kita hadir di vihara untuk kebaktian atau keperluan lainnya, kata pertama yang kita sapa seharusnya bukan ”hallo”, ”apa kabar”, ”hai”dan sebagainya. Mengapa demikian? Tentu saja ada alasannya dan manfaatnya, sayangnya banyak diantara kita yang tidak mengetahui manfaat memberi salam ”OMITOHUD”.
Kata Omitohud berasal dari dialek bahasa hokkian, dalam bahasa mandarin biasanya disebut ”Amithofo” atau dalam bahasa sansekerta ”Amitabha”. Marilah kita lihat satu persatu manfaat bila kita sering menyapa memberi salam ”Omitohud”.
1. Menumbuhkan keyakinan akan Buddha Dharma kepada orang yang belum berkeyakinan.
2. Meningkatkan keteguhan terhadap Buddha Dharma kepada orang yang telah berkeyakinan.
3. Mendapatkan keyakinan, keteguhan, kepercayaan dan kekuatan luar biasa kepada diri sendiri dan memancarkannya kepada semua mahluk. Dalam Amitabha Sutra disabdakan: ”bila kita selalu melafal atau menyebut nama Amitabha Buddha, maka kita akan berumur panjang, memiliki kebahagiaan tak terhingga, mendapatkan terang cahaya tanpa batas”.
Lalu apakah manfaatnya bila kita menyapa anggota sangha atau teman se-Dharma lainnya?
1. Menvisualisasikan doa dan berkah kepada benih-benih Buddha yang dimiliki semua makhluk, laksana sebuah biji yang kita beri pupuk dengan kasih sayang, dari biji tumbuh akar, selanjutnya tumbuh baktang dan akhirnya berbunga kemudian berbuah.
2. Memuji orang yang kita temui, semoga selalu bercahaya dalam usaha, kesehatan, usia, rejeki, kesejahteraan dan lainnya.
Dengan demikian berarti kita telah mendoakan semua orang dengan hal-hal yang positif dan penuh welas asih. Lewat pikiran maupun ucapan kita telah mempraktekkan Buddha Dharma, laksana bunga yang mekar dan bercahaya tanpa batas.
Ada tiga pintu karma:
1. Badan jasmani
2. Ucapan
3. Pikiran
Sebenarnya sambil memberi salam ”Omitohud”, banyak sekali praktek Dharma yang kita jalankan. Melalui perbuatan, tangan kita berksikap anjali, melalui ucapan, mulut yang sering berkata kasar dan melukai perasaan orang lain, mengucapkan penyesalan dengan mengucapkan ”Omitohud” kepada semua orang, dari pikiran yang sering tinggi hati, penuh kasih sayang kita memberi salam dan hormat kepada orang lain, hal ini berarti kita memuji dan mengesampingkan ego dari ketiga hal di atas, paling sulit dilaksanakan adalah dari pikiran yang sulit dipraktekkan. Masih banyak terlihat diantara kita berkata ”Omitohud”, tetapi hanya dimulutnya saja sedangkan pikirannya masih ada kebencian.
Sungguh disayangkan bila bibit Bodhisattva yang siap tumbuh karena telah beranjali dan berucap ”Omitohud”, tetapi pikirannya tidak di tunjang dengan rasa kebahagiaan dan Maitri, sebaliknya hanya sekedar formalitas atau lebih para malah mengandung sindiran atau kebencian, indahnya surga Sukhavati yang didiami oleh Amitabha Buddha tidak dapat kita rasakan pada kehidupan sehari-hari.
Jangan berpikir memberi salam ”Omitohud” hanya dapat kita berikan kepada anggota sangha saja, tapi juga kepada orang tua, suami, istri, saudara kandung, dan juga kepada semua teman-teman se-Dharma tanpa ada perbedaan status tua, muda, kaya, miskin, cantik, cacat dan lainnya. Alangkah indahnya bila, orang yang merasa kaya, cantik, tampan, pintar, berkuasa dan sebagainya dapat mempraktekkan rendah hati dan sopan santunnya, begitu pula sebaliknya orang yang merasa miskin, cacat, tidak cantik, biasa-biasa saja, dan sebagainya menjadi tidak rendah diri, tidak segan dan saling bertegur sapa. Yang terpenting keduanya telah saling bertegur kasih sehingga mendapat cahaya kebodhian, wawasan, kebijaksanaan, panjang usia, selalu sehat, banyak rejeki dan diberkahi Amitabha Buddha.
Dalam Amitayur-Dhyana Sutra disabdakan: ”Aura Hyang Buddha Amitabha (Omitohud) meliputi seratus juta trisahasra-mahasahasra lokadathu, yang didalamnya terlihat Nirmanakaya-Buddha (tubuh perwujutan Hyang Buddha) sampai sejumlah satu juta niyuta koti, yang tak-terhitung seperti butiran pasir sungai Gangga. Masing-masing Nirmanakaya-Buddha ini mempunyai sejumlah pengiring Bodhisattva perwujudan (Nirmana-Bodhisattva) yang tak terhitung, yang melayani beliau.”
”Buddha Amitabha (Omitohud) memiliki 84.000 ciri (tubuh); tiap-tiap ciri memiliki 84.00 tanda kemuliaan; tiap-tiap tanda mengeluarkan 84.000 sinar; tiap-tiap sinar memancarkan demikian jauhnya sehingga menyinari segenap dunia di sepuluh penjuru, untuk mengayomi dan melindungi makhluk-makhluk yang mengingat kepada-Nya tanpa mengecualikan (salah seorang pun di antara mereka)”.
”Hendaknya kau ketahui; O Ananda, bahwa tubuh Hyang Buddha Amitabha seratus juta kali sama terangnya seperti warna emas Jambunanda yang terhadapat dalam istana sorga dewa Yama; tinggi Hyang Buddha Amitabha enam ratus ribu niyuta koti yojana, yang tak-terbayangkan seperti butiran pasir sungai Gangga.” ”Mereka yang ingin melihat Buddha Amitabha, harus mengarahkan pikiran mereka untuk membentuk persepsi atas bunga teratai di atas tanah tujuh permata.”
Dan Hyang Buddha bersabda kepada Ananda, dan Ratu Vaidehi bahwa untuk Jenis kelaran mulia (dalam alam Sukhavati) tingkat tinggi yang dapat dicapai melalui tiga macam pikiran, yakni:
1. Tekad
2. Keyakinan
3. Pelaksanaan
”Mereka yang telah menyempurnakan ketiga macam pikiran ini pasti akan terlahir di alam Sukhavati (Kebahagiaan Terluhur)”.
Didalam sutra Buddha dikatakan bahwa vihara adalah tempat atau ladang untuk menanam dan menebarkan benih-benih kebajikan. Oleh sebab itu, selayaknya kita semua perbanyaklah melatih Dharma. Sudah cukup menbanggakan kita semua menempuh jarak yang cukup jauh, membuang beberapa waktu, penuh pengorbanan melewati kemacetan, atau harus berganti-ganti kendaraan umum, namun begitu tiba di vihara hanya datang bersujud, meminta ’tolong’ kepada para Buddha dan Bodhisattva, membakar dupa (hio), lalu pulang. Biasakan manfaatkan ladang ini, mengikuti kebaktian dengan khusyuk, ketika bertemu teman jangan berdiam diri, lapangkan dada, penuh ketulusan, sapa dan berilah salam ”Omitohud”. Jangan tumbuhkan perasaan malu, malas, orang nya dalam posisi jauh, sungkan, takut, dan lainnya karena akan mengalami kerugian.
Di tengah keluarga antar anak kepada orang tua, kakak dengan adik atau sebaliknya adik dengan kakak, hendaknya biasakanlah saling menyapa dahulu ”Omitohud”. Antar istri dengan suami misal; suami baru pulang kerja atau selesai tutup toko, jika pulang ke rumah sambutlah dengan ramah tamah, kehangatan dan sapalah dengan ”Omitohud”. Kemudian antar anak kepada orang tua, hendaklah bila selesai pulang sekolah, kuliah atau bermain ke rumah teman sebaiknya sesampainya di rumah ketemu Bapak dan Ibu sapalkah dengan ”Omitohud”, janganlah karena gengsi sehingga kita seperti sedang mengangkat barang yang berat, kita malu menyapa dengan ”Omitohud”. Tapi sudah kewajiban kita dan biasakanlah diri atas kesadaran sendiri saling menyapa ”Omitohud”, maka janganlah karena memelihara kilesa, malu, sungkan, gengsi karena dari semua yang kita jalankan akan mendapatkan kebahagiaan terlebih dahulu.
Kebahagiaan yang bagaimana? Sebelum orang lain mendapatkan ’pahala rejeki yang luar biasa’, kita dirumah telah menyapa terlebih dahulu dengan ”Omitohud”, maka Bapak, Ibu, kakak, adik ataupun diri kita sendiri akan mendapatkan pahala rejeki terlebih dahulu, panjang usia terlebih dahulu, keluarga akan tercipta sangat harmonis dan sekeluarga selalu sehat terlebih dahulu dan lain sebagainya.
Seperti juga pada orang-orang muslim, mereka antar sesama umat bila bertemu selalu tunduk, hormat dan mengucapkan ”Asalamualaikum”. Untuk itu kita sebagai umat Buddha janganlah malu, sungkan atau berat hati mengucapkan ”Omitohud” apalagi di vihara.
”Satu kata dapat menyelamatkan satu negara dan satu kata juga dapat menghancurkan satu bangsa” (Master Hsing Yun)
”Ucapan yang kasar adalah tanda bahwa seseorang senang merugikan orang lain atau mengakibatkan penderitaan bagi orang lain; manusia seperti ini adalah sumber dari masalah.” (Sutra Kushalamula Samgraha)
”Jika ucapanmu senantiasa lembut, baik, serta harmonis dengan perasaan orang lain, tingkah lakumu akan didukung oleh ucapan itu dan engkau tidak akan mudah merugikan orang lain melalui tubuh dan pikiranmu. Ucapan yang baik laksana pohon yang sedang berbunga; pada masanya, buahnya akan manis dan cantik.” (Sutra Yogacharabhumi)
Mari temen2 se-Dharma kalo bertemu temen,kerabat,keluarga mari ucapkan Namo Amitoufo / Omitohud...
Semoga kita tambah maju dalam Buddha Dhamma..
Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia...
Sadhu..Sadhu..Sadhu..

2 comments:

Anonymous said...

Maaf. Posting ini menurut saya tidak dapat mewakili ajaran Budha.tapi
merupakan pengertian dan interpretasi pribadi.

Unknown said...

Atas gua pasti Theravadin....

Post a Comment